Rabu, 11 Februari 2009

INTERVIEW UNTUK REPORTER RADIO

INTERVIEW UNTUK REPORTER RADIO

Dikutip dari dodimawardi 

Berdasarkan pengalaman penulis dan dari berbagai sumber bacaan. 


PERSIAPAN
KUASAI MASALAH.
Anda melakukan bunuh diri jika melakukan interview tanpa menguasai permasalahannya. Banyak narasumber yang punya hobi bertanya balik kepada interviewer. Jika Anda tidak bisa menjawab, wawancara pasti berakhir sebelum Anda memulainya. Penguasaan masalah juga penting untuk menghasilkan wawancara yang bermutu. Penguasaan masalah akan menghasilkan pertanyaan bermutu dan sesuai dengan pertanyaan yang diinginkan oleh pendengar. 



2. PELAJARI SOSOK NARASUMBER
Bukan hanya masalahnya yang harus dikuasai, sosok narasumbernya pun harus diketahui secara pasti. Bagaimana mungkin Anda akan percaya pada ucapan seseorang jika Anda tidak tahu persis siapa yang diwawancara. Selain itu, banyak manfaat jika kita mengenal lebih dalam tentang sosok narasumber. Dalam banyak kasus, pengetahuan kita tentang narasumber sering menjadi ice breaker (pemecah kekakuan atau kebuntuan) yang luar biasa. Kita harus tahu hobinya, latar belakang pekerjaan/pendidikan, agama, keluarganya dll. 
3. PELAJARI LOKASI INTERVIEW
Lokasi interview sangat penting dipelajari oleh reporter radio dan juga televisi. Buat wartawan cetak bisa jadi tidak terlalu penting. Dalam banyak kasus, reporter radio mengalami kesulitan karena salah menentukan lokasi interview. Karena misalnya, terlalu ramai, ruangannya berdengung dll. Ingat, radio butuh suara yang bagus.
4. PERSIAPKAN ALAT PEREKAM DENGAN SEMPURNA
Alat perekam adalah istri pertama reporter radio, sama seperti kamera untuk fotografer dan bedil untuk tentara. Oleh karena itu, alat perekam harus dipersiapkan secara sempurna. Jangan sampai terjadi kekurangan atau kesalahan alat perekam sehingga interview batal. Baterei dan kaset/cd misalnya, harus diperhitungkan berapa lama daya tahannya. Kalau menggunakan perekam digital, berapa banyak kapasitas harddisknya. 

5. BUAT DAFTAR PERTANYAAN

Jangan pernah sombong mengatakan ”Semua pertanyaan sudah ada di kepala saya!” Ingatan manusia ada batasnya. Bahkan pena yang sudah melemah sekalipun, tetap lebih baik dibanding ingatan yang paling hebat. Demikian pepatah China mengatakan. Jadi buatlah daftar pertanyaan. Paling tidak garis besar atau pointernya saja.


SELAMA WAWANCARA
PERHATIKAN TEMPAT WAWANCARA.
Lagi-lagi hal pertama yang harus diperhatikan adalah lokasi wawancara. Ini sangat penting untuk seorang reporter radio, karena kondisi lokasi berpengaruh terhadap interview. Lihatlah apakah ada bunyi-bunyian yang mengganggu seperti suara kipas angin atau AC. Jika lokasi wawancara adalah kantor atau rumah narasumber, selain bunyi-bunyian itu perhatikan juga aksesoris ruangan, apakah ada yang menarik perhatian. Mungkin saja aksesoris/pajangan seperti lukisan menjadi ice breaker dalam interview. 
2. PERIKSA KEMBALI ALAT PEREKAM.
Meski sudah dipersiapkan secara sempurna sebelumnya, kita harus kembali memeriksa alat perekam sekaligus mulai mengoperasikannya. Jangan pernah sok yakin semuanya sudah beres, tanpa sebelumnya mengecek kembali. Banyak kasus, penyepelean semacam itu menimbulkan penyesalan tak berguna. 
3. GUNAKAN HEADPHONE/EARPHONE.
Standar interview di lapangan untuk reporter radio adalah gunakan readphone (lebih dianjurkan) atau earphone. Seperti itu kamera televisi yang ada tanda bahwa objek di depannya terekam dengan baik, maka alat perekam juga harus demikian. Penanda bahwa suara terekam dengan baik adalah dengan mendengarnya melalui headphone. Apakah suara narasumber sudah cukup besar? Atau terlalu besar? Juga untuk mengetahui secara pasti, bahwa rekaman ini berjalan normal. 
4. PERHATIKAN KONDISI NARASUMBER.
Ketika janjian wawancara, kondisi narasumber sehat walafiat. Siapa yang tahu pas wawancara ternyata kurang sehat. Misalnya flu ringan, sehingga suaranya menjadi sengau. Tentu ini berpengaruh karena radio adalah suara. Atau dia beberapa telepon genggam yang berpotensi mengganggu selama wawancara. Mintalah dia untuk mematikannya… JANGAN LUPA MATIKAN PULA HP KITA SENDIRI. 
5. AJUKAN PERTANYAAN MUDAH TERLEBIH DAHULU UNTUK INTERVIEW PANJANG (MENGGALI INFORMASI) DAN SIMPAN PERTANYAAN PALING SULIT DI AKHIR WAWANCARA.
Jika kita interview untuk penggalian informasi dan tidak dilakukan secara live, maka inilah yang harus dilakukan. Kita harus sebanyak mungkin mendapatkan informasi dari narasumber. Jika pertanyaan sulit diajukan di depan, maka berisiko besar. Mungkin saja narasumber tidak terima dengan pertanyaan sulit itu dan marah. Akibatnya, pertanyaan lain tidak sempat disampaikan. Masih beruntung jika dia tidak marah dan hanya mengatakan, ”NO COMMENT!” 
6. AJUKAN PERTANYAAN PALING MENARIK DI AWAL JIKA INTERVIEW LIVE DENGAN DURASI TERBATAS.
Berbeda dengan interview di lapangan dan tidak live, maka interview live justru harus mengajukan pertanyaan paling menarik di awal. Pertanyaan sulit mungkin disampaikan ditengah-tengah. Wawancara live harus memerhatikan unsur-unsur pertunjukan, seperti alurnya. Kapan harus klimaks kapan antiklimaks dan seterusnya.
7. JANGAN PERNAH MENGAJUKAN DUA PERTANYAAN SEKALIGUS.
Hal ini masih sering dilakukan oleh reporter pemula. Memang ini sifat dari reporter pemula yang belum tahu ilmu interview. Kadang sok tahu… adalah bodoh mengajukan dua pertanyaan sekaligus dalam satu kesempatan. Sebagus apapun dua pertanyaan tersebut, jika disampaikan sekaligus maka pertanyaan kedua-lah yang akan dijawab narasumber. Jadi pertanyaan pertamanya mubazir. 
8. PERTANYAAN TERBAIK KADANG HANYA SATU KATA, YAITU: KENAPA? ATAU BAGAIMANA?
Penyakit reporter radio dengan tujuan agar terlihat pintar (padahal sebaliknya) adalah mengajukan pertanyaan panjang. Dia memberikan beberapa fakta dulu (kadang beropini) barulah pertanyaan intinya di belakang. Ini bukan bentuk pertanyaan yang baik. Pertanyaan terbaik justru kadang hanya satu kata yaitu MENGAPA? Makanya ”Tanya kenapa?” kata sebuah iklan. 
9. SETARAKAN DIRI DENGAN NARASUMBER.
Ini ada kaitannya dengan budaya TIMUR kita. Setiap kali bertemu dengan orang lebih tinggi pangkat dan kedudukannya, maka kita harus menghormatinya sedikit lebih banyak dibanding kepada orang biasa. Jika Anda seorang jurnalis, buang sifat ini. Anda mewakili pendengar dalam jumlah banyak. Kondisi mereka beragam, dan mungkin ada juga yang lebih tinggi pangkat dan kedudukannya dibanding narasumber tersebut. Jadi Anda bukan Anda sendiri ketika bertugas sebagai interviewer. Salah satu tanda penyetaraan terlihat dari sapaan, yaitu gunakan kata Anda… bukan Tuan, Nyonya atau Bapak. 
10. JANGAN BURU-BURU MATIKAN ALAT PEREKAM. 

Biasalah, sifat buruk kita adalah maunya buru-buru dan instant, termasuk ketika interview seseorang. Belum selesai wawancara (= berpisah dengan narasumber) kita sudah buru-buru mematikan alat perekam. Stop! Jangan lakukan itu lagi. Selama Anda masih berada bersama narasumber, alat perekam tetap ’on’. Siapa tahu ucapan terbaik dari narasumber justru muncul pada saat itu, saat ketika alat perekam biasanya sudah dimatikan. 

SETELAH WAWANCARA.

CATAT NAMA NARASUMBER DAN IDENTITAS LENGKAPNYA.
Ini kadang disepelekan. Padahal nama seseorang sudah dibuat selamatannya ketika masih kecil. Jadi jangan pernah salah menyebut atau mengeja nama narasumber. Salah satu caranya dengan mencatat namanya langsung dari orangnya. Tanyakan cara pelafalannya seperti apa, jika namanya agak unik. Catat nomor kontaknya, agar database kita semakin banyak dan mudah menghubunginya kembali di kemudian hari. Siapa hasil wawancara hari itu masih kurang memuaskan. 
2. PERIKSA HASIL REKAMAN SAAT ITU JUGA
Periksa hasil rekaman saat itu juga, ketika narasumber masih bersama Anda. Akan menyita waktu dan tenaga, jika hasil wawancara diketahui cacat setelah berpisah dengan narasumber. 
3. UCAPKAN TERIMA KASIH DAN MINTA KESEDIAAN UNTUK WAWANCARA BERIKUTNYA.
Standar sekali ya… ucapan terima kasih. Ah biasalah ini. Tapi kadang, kita lupa melakukannya dengan ikhlas. Sering agak terpaksa. Jika narasumber mengetahui kondisi Anda seperti itu, jangan harap dia mau kembali diwawancarai. 
Selamat berkarya!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar